"Tenaga kerja dari Jatim terutama asal Madura yang ada di Malaysia. Karena masyarakat kita masih banyak yang menjadi pengguna," tegas Idris.
Ia menyampaikan, berdasar data prevalensi tahun 2018, ada dua kategori yang berbeda. Yaitu kategori pekerja mencapai 2,80 persen (596.419 orang) dan kategori pelajar yang mencapai 7,5 persen (347.872 orang). Sementara untuk jenis ganja diketahui berasal dari jaringan Aceh yang dikendalikan dari Sumatera Barat yang kemudian dijual melalui online marketing.
Berlanjut pada data prevalensi berdasarkan penelitian tahun 2019 di Jatim yang menggunakan variabel berbeda diketahui ada 2,50 persen (1.038.953 jiwa) masuk kategori pernah memakai. Sementara 1,30 persen (554.108 jiwa) masuk kategori pemakai dalam satu tahun terakhir.
Baca Juga: BNNP Lampung Ringkus Tersangka Kurir 206 Kg Ganja Asal Medan
Idris mengamati, selama pandemi Covid-19, peredaran gelap narkotika melalui paket ternyata tidak menurun, tapi justru menjadi pintu masuk melalui jasa pengiriman.
"Selama Covid-19 di 2020 kita membayangkan itu akan menurun. Ternyata jasa-jasa pengiriman menjadi pintu-pintu masuk. Secara infrastruktur pada 2020 cukup memadai. Kita juga lakukan audiensi dengan kepolisian untuk memberikan dukungan SDM sehingga apa yang dikerjakan pada 2021 lebih optimal lagi di semua lini. Khususnya di bidang pemberantasan masih sangat terbatas," urainya.
Ia juga menjawab pertanyaan tentang modus pencucian uang atau money laundering yang dilakukan para bandar narkoba untuk menyamarkan uang hasil penjualan dalam wujud aset bergerak maupun tidak bergerak yang masih terkendala.
Baca Juga: BNNP Lampung Berhasil Tangkap 9 Tersangka Narkotika di Pringsewu Setelah Intai Selama 14 Hari