"Kendala IT yang masih terbatas. Selain itu, tidak semua penegak hukum persepsinya sama. Ada yang disita pengadilan, ada yang kembali," ujarnya. Hal ini menurutnya karena karena sistem peradilan kita masih ada yang fokus kepada sistem pembuktian materiil sehingga harus dibuktikan dengan nyata.
"Sulit juga. Beli tanah tapi tidak ada kwitansi pembayaran. Pembuktian transaksinya dengan apa. Hakim ada yang berpendapat tidak sesuai, sehingga bisa dibebaskan. Kita harapkan sisi peradilan narkotik ini benar-benar ada satu visi dan misi yang sama sehingga bisa membuat efek jera kepada para bandar," ungkap Idris.
Pada sarasehan akhir tahun ini, juga disinggung tentang rehabilitasi yang segera dilakukan pada tahun depan.
Baca Juga: Meningkat, Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Surabaya Hampir Penuh
"Tempat rehabilitasi akan menjadi prioritas pada tahun 2021, mudah-mudahan bisa terealisasi karena secara penyiapan infrastruktur kita sudah mendapatkan tanah hibah yang disita dari KPK yang berlokasi di Bangkalan. Sudah disetujui dari pusat untuk dibangun suatu lembaga balai rehabilitasi dengan luas tanah 1,2 hektar. Dukungan anggaran telah diajukan dari pemda atau pusat," urainya.
Pada bagian akhir, Idris juga menjawab tentang peredaran dan transaksi narkoba yang dikendalikan dari lapas.
"Hasil pemetaan sampai sekarang pun masih banyak bandar-bandar yang berada dalam lapas ini mengendalikan peredaran diberbagai wilayah. Kita sudah berkomunikasi dengan Kanwil Kemenkumham. Masalah yang tidak terpecahkan sejak dulu karena komposisi daya huni atau daya tampung sudah melebihi 100 persen. Terbatasnya jumlah sipir, sistem dan lokasi lapas tidak standar berdampak pada pengamanan yang tidak maksimal," pungkasnya.
Baca Juga: Jelang Libur Nataru, Forpimda Surabaya: Jaga Kondusifitas Kota & Prokes