Tulisan Resep Dokter Tak Jelas, Dua Perawat Diseret ke Pengadilan

2 Februari 2021 18:45 WIB
Gara-gara Tulisan Resep Dokter Tak Jelas, Dua Perawat Berujung Tersandung Kasus hingga ke Pengadilan.
Gara-gara Tulisan Resep Dokter Tak Jelas, Dua Perawat Berujung Tersandung Kasus hingga ke Pengadilan. ( Envanto Element)

Sonora.ID - Dua orang perawat terpaksa divonis sebagai terdakwa dan menjalani hukuman sejak Juli 2020 karena telah salah memberikan obat kepada pasien.

Melansir Kompas.com, kedua mantan perawat tersebut adalah Okta Rina Sari (21), warga Lingkungan 1, Kelurahan Namogajah, Kecamatan Medantuntungan dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan (23) warga Jalan Pematangpasir Gang Tapsel, Lingkungan 14, Kelurahan Tanjungmulia, Kecamatan Medandeli, Kota Medan.

Jaksa Penuntut Umum Vernando Agus Hakim dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan sebelumnya mendakwa kedua terdakwa melanggar Pasal 360 Ayat (1) KUHPidana jo Pasal 360 Ayat (2) KUHPidana, kemudian menuntut keduanya masing-masing dua tahun penjara.

Baca Juga: Target 31 Ribu Nakes, 7.487 Nakes Surabaya Telah Ikut Vaksinasi Serentak

Selain itu, jaksa juga melakukan penahanan kepada kedua terdakwa sejak 2-21 Juli 2020. Perpanjangan penahanan juga dilakukan PN Medan sejak 22 Juli sampai 8 November 2020.

Kemudian pada 3 November 2020, penangguhan kedua terdakwa yang diajukan penasihat hukum dikabulkan hakim sesuai Penetapan Nomor: 2258/Pid.Sus/2020/ PN Mdn. Padahal, sejak dilaporkan ke Polrestabes Medan, penyidik tidak melakukan penahanan.

Namun, setelah sempat ditahan beberapa bulan, mereka akhirnya divonis tidak bersalah alias bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan.

“Memutuskan menjatuhkan vonis bebas atau Vrijspraak kepada terdakwa Okta Rina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang didakwakan penuntut umum,” kata hakimSri Wahyuni dikutip dari Kompas.com pada Rabu (27/1/2021).

Kronologi pembelian obat

Saat pasien membeli obat pada 6 November 2018, kedua perawat tersebut belum bekerja di Apotek Istana 1. Kemudian saat pembelian obat pada 3 Desember 2018, baru terdakwa Sukma yang bekerja, tetapi tidak di bagian yang melayani pembelian obat.

Perkara dimulai pada 6 November 2018, usai Yusmaniar berobat di Klinik Bunda di Jalan Sisingamangaraja Nomor 17, Medan.

Dokter memberinya resep, lalu dia mendatangi Apotek Istana 1 di Jalan Iskandar Muda, Kota Medan, untuk menebus resep. Karyawan yang menerima resep ragu dengan salah satu tulisan, sang dokter pun dihubungi, tetapi tidak menjawab panggilan telepon. Tak mau gegabah, karyawan tersebut mengembalikan resep.

Baca Juga: Ridwan Kamil: Lebih Dari 4.000 Nakes di Jabar Sudah Dapat Vaksin Covid-19

Pada 13 Desember 2018, Yusmaniar menyuruh anaknya untuk membelikan obat dengan menggunakan resep tertanggal 6 November 2018.

Anak Yusmaniar menyuruh temannya membelikan obat ke Apotek Istana 1. Saat itu yang menerima resep dan memberikan obat adalah Endang Batubara.

Setelah beberapa hari mengonsumsi obat, pada 15 Desember 2018, Yusmaniar jatuh sakit dan mendapat perawatan di RS Materna. Kemudian, pada 17 Desember 2018, dilarikan ke RS Royal Prima karena tidak sadarkan diri. Dari hasil diagnosis, diketahui gara-gara meminum obat Amaryl M2.

"Obat Amaryl M2 adalah obat yang diragukan karyawan apotek makanya dia menghubungi dokter untuk memastikan. Karena teleponnya enggak diangkat, dia tak berani, dipulangkannya resep. Waktu ditebus lagi dan diterima Endang Batubara, obat ini diberikan. Pada 21 Desember 2018, anak korban membuat laporan polisi atas kesalahan pemberian obat dan kedua terdakwa menjadi tersangkanya," kata Maswan.

Terhadap vonis hakim, penuntut umum mengajukan banding. Menanggapi hal ini, Maswan mengaku siap menghadapinya.

"Kalau kami sifatnya menunggu saja, kalau di-kasasi kita hadapi. Upaya hukum masih kami diskusikan untuk ganti ruginya. Kemungkinan aku bakal sikapi dinas kesehatan dan ikatan apoteker, gawat kali sistem kerja di apotek, mulai tenaga kerja sampai obat-obatannya," ungkapnya.

Pemerintah melalui dinas kesehatan serta ikatan apotek dan apoteker harus berperan aktif dalam pengawasan dan pelaksanaan kerja-kerja apotek. Penggunaan tenaga kerja yang ahli di bidangnya adalah wajib, kemudian ada pengawasan intens terkait tenaga kerja serta jenis obat-obatan yang dijual apotek.

Baca Juga: Dispar Palembang Minta SDM Pariwisata Prioritas Kedua Penerima Vaksin

Ke depan, perlu ada regulasi yang mengatur tentang batasan usia seorang apoteker. Karena tidak ada pengawasan berkala, atau hanya menunggu pengaduan dari masyarakat, keberadaan dinas kesehatan hanya percuma.

"Fakta di sidang itu jelas, dinas kesehatan enggak tegas, terlebih lagi setelah dinas memeriksa apotek ternyata pemilik apotek masih menggunakan apoteker yang sama dalam perkara ini. Umurnya sudah 71 tahun," pungkas Maswan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gara-gara Tulisan Dokter di Resep Tak Jelas, Dua Pegawai Apotek Diseret ke Pengadilan".

PenulisKumairoh
EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm