Trend Profibilitas Bank Digital
Dunia digital seperti yang kita tahu identik dengan ‘bakar uang’ dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk BEP bahkan mencapai profit. Lalu bagaimana dengan Bank Digital?
Berdasarkan riset The Asian Banker, rata-rata Bank Digital di Asia mencapai BEP (Break Event Point) di tahun kedua setelah 5 tahun atau kurang beroperasi. Hal ini didorong dengan pengembangan teknologi baru dan permintaan yang terus meningkat. Sedangka yang sudah beroperasi lebih dari 6 tahun, mencapai titik impasnya di tahun ke-4.
Di tahap awal, memang ada potensi bank digital tidak langsung mendapatkan untung walaupun potensi sangat besar. Ini dikarenakan oleh biaya-biaya cukup tinggi yang digunakan untuk akuisisi konsumen/nasabah. Namun, pada akhirnya kita bisa berasumsi Bank Digital akan membaik di tahun-tahun berikutnya.
Ada beberapa faktor yang mendorong hal tersebut. Pertama, tingkat efisiensi yang tingi nantinya di Bank digital dibanding Bank Konvensiaonal karena berkurangnya beban fisik (karyawan, teller, kantor cabang, ATM, dll) akibat digitalisasi operasional. Pada akhirnya akan membuat ROE Bank Digital bisa di level yang tinggi. Jika dilihat trendnya, ROE Bank Digital bisa menembus level 2 digit.
Selain itu, potensi bunga kredit yang rendah dan bersaing bisa menjadi andalan Bank Digital. Cost of Fund juga diperkirakan akan rendah sehingga bisa menjaga level NIM Bank digital di level yang cukup tinggi.
Baca Juga: Capai 30-40%, Emiten-emiten Properti Rilis Kinerja Pre-sales di 1Q21
Aturan Bank Digital
Selama pandemi COVID-19, sudah terjadi perubahan perilaku di kalangan masyarakat menjadi lebih digital, tidak luput juga dari perbankan yang mulai mengurangi transaksi tatap muka karena dinilai lebih praktis dan bisa melakukan transaksi dimana saja dengan teknologi smartphone.
OJK berencana mengeluarkan peraturan mengenai perbankan konvensional dan digital sebelum akhir semester I, meliputi:
OJK menjelaskan rancangan POJK ini tidak bertujuan untuk menghilangkan bank-bank kecil, melainkan dengan merubah modal inti dari 1 T jadi 3 T, untuk bank-bank kecil yang tidak mampu menambah modal intinya, bisa mencari induk usaha, sehingga bank kecil kalau masuk kelompok usaha bank jadi bisa menutup kekurangannya. Contohnya bank BCA mengambil bank royal dijadikan bank digital BCA.
Perubahan modal inti ini sudah sesuai penelitian agar bank dapat beroperasi dengan baik. Di dalam OJK, pendirian bank baru harus berbadan hukum Indonesia. Bank Asing mengambil alih Bank Indonesia tidak apa-apa.