Makassar, Sonora.ID - Kesaksian Jumras, mantan Kepala Biro Pembangunan (sekarang Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa) Sulsel dalam sidang kasus suap Gubernur non aktif Nurdin Abdullah oleh terdakwa Agung Sucipto juga menyeret pejabat pemerintah pusat.
Pejabat yang dimaksud adalah Mochamad Ardian Noervianto, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Dalam keterangannya, Jumras mengaku Ardian terus mengejarnya untuk meminta fee dari pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Sulsel. Kala itu, Ardian masih menjabat sebagai Direktur dan Jumras masih menjabat Kepala Dinas Bina Marga Sulsel (sekarang Dinas PUTR).
"Anggaran DAK yang cair Rp 80 miliar. Saya dimintai fee oleh Direktur namanya Pak Ardian, pejabat di Kemendagri," ujar Jumras di Ruangan Harifin Tumpah Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (24/6/21).
Ardian, kata Jumras, memang yang mengurus proposal pengusulan DAK Pemprov Sulsel saat itu. Namun menurutnya, tak ada komitmen pembagian fee dalam proposal tersebut.
Tak tanggung-tanggung, Ardian meminta fee sebesar 7,5 persen dari total pencairan anggaran DAK.
"Padahal pada saat bertemu di Jakarta, tak ada pembahasan soal itu. Ardian hanya meminta proposal saja," ujar Jumras.
Ardian bahkan datang ke Makassar hanya untuk menagih fee tersebut ke Jumras.
"Langsung dia datang ke Makassar tagih saya. Saya ditelepon, dia menginap di Hotel di Pantai Losari. Dia datang dua kali ketemu saya. Satu kali lewat video call. Saya tidak layani yang ketiga kalinya," tegasnya.
Baca Juga: Jumras Seret Nama Kepala Bapenda Sulsel dalam Kasus Suap Agung Sucipto - Nurdin Abdullah
Olehnya itu, ketika Agung Sucipto meminta proyek yang anggarannya bersumber dari DAK, Jumras mengatakan ada oknum Kemendagri terus-terusan menagih fee.
Sayang, niat baik Jumras justru berbalik jebakan. Agung justru mengadukan ke Nurdin Abdullah bahwa Jumras yang mengejar fee itu.
"Saya ini sudah ditagih terus. Tapi laporannya Agung ke Gubernur saya yang minta," bebernya.
Jumras mengaku, Ardian tak pantang menyerah mengejar fee. Ardian mengutus orangnya untuk menagih. Padahal saat itu, Jumras tidak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga.
"Saya jadi Kepala Biro Pembangunan tetap saya ditagih. Saya juga tidak mau bayar. Saya bilang tidak ada uang. Mau dapat uang dari mana," tegasnya.
Akan tetapi, sejak dirinya dinonjobkan hingga kini, Jumras mengaku tak tahu apakah yang bersangkutan telah dibayar fee-nya atau belum.
JPU Bakal Dalami Keterlibatan Pejabat Pusat
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Muhammad Asri mengaku akan mendalami keterlibatan oknum pajabat pusat dalam kasus ini.
Baca Juga: Sidang Tipikor Agung Sucipto Ungkap Adanya Permainan Suap di BPK
Menurutnya, hal inilah yang menjadi alasan pihaknya harus menghadirkan Jumras sebagai saksi. Meski Jumras adalah saksi yang tidak ada dalam berkas perkara.
"Kami sengaja menghadirkan Jumras untuk memberikan keterangan di persidangan. Karena dirasa penting," ujar Jaksa Asri.
Jaksa Asri menyebut ada beberapa poin penting dalam kesaksian Jumras. Diantaranya, Jumras mengetahui Agung Sucipto pernah memberikan uang kepada Nurdin Abdullah sebesar Rp10 miliar untuk kepentingan Pilgub.
Termasuk, kesaksian Jumras terkait oknum pejabat Kemendagri yang menagih fee. Pihaknya akan menggali fakta dan data untuk memastikan rencana pemberian fee itu terealisasi atau tidak.
"Karena tidak ada pembicaraan atau ada pernyataan dari Jumras bahwa fee itu terealisasi. sebab dua hari setelah ketemu Agung kemudian dia dicopot. Nah kita tidak tau lagi fakta selanjutnya setelah Jumras dicopot," tandas Jaksa Asri.
Baca Juga: Wali Kota Keberatan Makassar Zona Oranye Covid-19, Ini Alasannya