Ia menjelaskan, pihaknya menyayangkan ketidaktahuan pihaknya adanya proses peradilan itu. Lebih-lebih ketika menyangkut mahasiswa dari fakultas hukum.
"Kami tidak tahu dari awal. Sehingga tidak bisa mendampingi, ini yang kami sesalkan. Kami baru tahu ketika korban mengumumkannya melalui media sosial," ucapnya.
Kendati demikian, Ia menerangkan bukan berarti tak ada upaya yang dilakukan. Dirinya mengaku, sudah melihat petikan terhadap putusan pengadilan. Pihaknya kini tengah melakukan pendampingan hukum bagi korban.
"Dari fakultas hukum sedang mengkaji, dan ada beberapa temuan yang disampaikan. Lalu ada pendalaman lebih lanjut. Saat ini prosesnya kami serahkan ke kejaksaan," ucapnya.
Sekedar diketahui, ketika kasus itu mulai mencuat, Pimpinan ULM, Pimpinan Fakultas Hukum, BEM Fakultas Hukum ULM, dan Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS yang dibentuk, meresponsnya dengan mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (24/1) tadi.
Isinya, meminta Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, segera mengusut tuntas kejanggalan proses penegakan hukum atas pemerkosaan uang melibatkan Bripka Bayu Tamtomo terhadap salah seorang mahasiswi Fakultas Hukum ULM.
"Kami berharap, masih bisa melakukan banding. Kami menuntut ada upaya banding. Meskipun dari segi aturan, seharusnya upaya banding dilakukan 14 hari seusai putusan. Bila dihitung-hitung, hari ini terakhir. Mudah-mudahan, itu (upaya banding) bisa dilakukan," tekan Barkatullah.
Hal senada juga diungkapkan salah satu Anggota Tim Keadilan untuk PDVS di Fakultas ULM, Ahmad Ratomi.
Ia menyatakan, bahwa dalam sistem pengadilan pidana, saat korban melapor, maka ia mewakilkan dirinya pada negara. Begitu juga saat prosesnya berlangsung.
Baca Juga: Terduga Pelaku Pemerkosa Ibu Muda di Riau, Laporkan Balik Korban ke Kepolisian