Jakarta, Sonora.ID - Seorang anak yang berusia satu hingga lima tahun, memasuki fase golden age.
Menurut laman Feldman, fase golden age merupakan fase yang penting dalam pembentukan diri anak.
Mulai dari psikis hingga keterampilan bersosialisasi. Selain itu, anak juga belajar untuk mengontrol perilaku dan emosi.
Peran orang tua di masa ini sangat dibutuhkan untuk mengajarkan cara mengelola emosi yang tepat.
Baca Juga: Awas Anak Jadi Miskin! 3 Kondisi Fengshui Rumah Ini Merugikan Anak!
Emosi dan faktor yang membuat anak menjadi trauma
Orang tua wajib mengetahui apa arti sebenarnya dari Emosi.
Menurut para ahli, emosi merupakan perasaan yang kita miliki ketika berada dalam situasi tertentu atau ketika berhubungan dengan seseorang yang dianggap penting.
Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi berkembangnya emosi seseorang, yang pertama adalah faktor dari dalam diri yang meliputi kondisi fisik, temperamen, sistem saraf, dan struktur otak.
Yang kedua adalah faktor dari luar diri seseorang yang meliputi pola asuh, kebudayaan dari keluarga tentang kapan, dimana, dan bagaimana emosi harus diungkapkan.
Emosi baik dan buruk
Baik dan buruk suatu emosi dilihat berdasarkan perilaku seseorang dan dampak yang dihasilkan.
Jika perilaku yang muncul membawa dampak yang baik bagi dirinya, maka perilakunya digerakan oleh emosi positif.
Sebaliknya, ketika membawa dampak yang buruk, maka perilakunya digerakan oleh emosi negatif, yaitu perasaan tidak menyenangkan, dan mengganggu.
Biasanya akan diekspresikan sebagai bentuk dari ketidaksukaan seseorang terhadap sesuatu, sebagai contoh cemas, marah, merasa bersalah, dan sedih.
Baca Juga: Ciri-ciri Fisik yang Diturunkan oleh Orang Tua pada Anak, Lebih Mirip Ayah Atau Ibu?
Mengenal pengelolaan emosi
Orang tua wajib mempersiapkan anak dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.
Faktor pendidikan dari dua sisi sangat dibutuhkan, tidak hanya dari sisi akademik, namun pendidikan dalam mengelola emosi di berbagai situasi juga tidak kalah penting.
Pengelolaan emosi adalah salah satu komponen penting bagi anak agar mudah menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya.
Pengelolaan emosi adalah salah satu dari himpunan kecerdasan emosi, dan kecerdasan emosi adalah himpunan bagian dari kehidupan sosial (Salovey and Mayer).
Pengelolaan emosi dalam pola asuh orang tua dengan anak jika mengalami trauma
Masa usia pertumbuhan pada masa kanak-kanak atau golden age seringkali mengalami penderitaan akibat suatu peristiwa yang merugikan (Kilmer, Gil Rivas, & Hardy, 2014).
Melalui pernyataan ini dapat diasumsikan, meski secara umum orang tua dapat mengupayakan yang terbaik bagi anaknya, mereka tetap tidak mampu menjaga kondisi lingkungan yang positif secara menyeluruh.
Peristiwa ekonomi, sosial, dan alam seperti peristiwa bencana bisa menyebabkan tekanan secara psikis sehingga menimbulkan trauma.
American Psychiatric Association (APA) mendefinisikan trauma sebagai Catastrophic Stressor.
Catastrophic Stressor adalah suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi diluar rentang kegiatan yang dilakukan, dapat terjadi pada seorang individu atau kelompok.
Psikolog Klinis dan CEO dari DearAstrid Sharing Story Space, Dr. Astrid Regina Sapiie dalam perbincangannya bersama sahabat sonora di acara sonora parenting edisi 28 Januari 2022 turut mengemukakan hal yang serupa.
Bahkan Dr. Astrid menambahkan, seorang anak dapat diasumsikan berpotensi mengalami trauma sejak dikandung oleh ibunya.
Baca Juga: Menyimpan Kisah Inspirasi, Ternyata Bisnis Orang Tua dari Atta Halilintar Bikin Takjub
Mengenal definisi trauma dan jenisnya.
Menurut Dr. Astrid dan Psikolog Klinis secara umum, trauma dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi, dimana seseorang itu menyadari bahwa ia kehilangan kendali dirinya, sehingga ada sesuatu terjadi yang tidak bisa dikendalikan.
Kejadian traumatis dapat menggoncangkan dan melemahkan pertahanan individu dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari (Sondang E. Irene, 2003).
Sehingga kejadian tersebut dapat menimbulkan reaksi emosional berupa perilaku yang berlebihan dari seseorang.
Layaknya luka yang dialami secara fisik, jenis trauma dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu trauma besar atau big trauma, dan trauma kecil atau little trauma.
Semakin dalam goresan luka, maka semakin besar kejadian traumatis yang pernah dialami.
Kejadian Traumatis yang berpotensi menimbulkan luka mendalam atau big trauma yaitu, bencana alam, sebagai contoh: pasca-bencana alam, anak seringkali merasa takut ketika mendengar suara ombak.
Trauma besar memiliki konsekuensi tidak dapat dipulihkan seumur hidupnya.
Adapula kejadian traumatis yang menimbulkan luka ringan secara psikis, yaitu cedera dan pola asuh orang tua yang cenderung menggunakan kekerasan.
Contohnya, seorang anak pernah mengalami cedera yang cukup parah di bagian kepala akibat jatuh saat berjalan disekitar rumah, akibatnya anak tersebut menolak dengan keras ketika hendak melewati jalan yang sama.
Contoh lainnya, seorang anak seringkali mengalami kekerasan dalam pola asuh sehingga anak tersebut cenderung merasa takut ketika bertemu kedua orang tuanya.
Cara mengelola emosi pada orang tua dengan anak pasca-kejadian traumatis
Agar emosi yang muncul pasca-kejadian traumatis dapat dikelola dengan baik, secara umum orang tua diundang untuk dapat melakukan hal berikut: