Sonora.ID – Warga Indonesia patut berbangga hati, karena negara kita termasuk negara yang punya pengaruh besar du dunia, lho.
Mungkin banyak yang masih belum tahu kalau Indonesia sudah empat kali terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dewan Keamanan PBB adalah organisasi PBB yang tanggung jawab utama adalah pemeliharaan dan keamanan internasional.
Dewan ini sudah ada pada 1945 dan markas besar ada di New York Amerika Serikat.
Selama menjabat Indonesia telah berkali-kali berperan penting dalam keberhasilan perdamaian beberapa negara konflik.
Baca Juga: 5 Negara Besar yang Punya Utang Budi Pada Indonesia! Lho, Kok Bisa?
Sebut saja konflik antara Kamboja dan Vietnam, Indonesia pernah menjadi tuan rumah untuk memediasi dua negara tersebut.
Indonesia juga pernah menawarkan tempat untuk pertemuan antara Korea Utara dan Amerika Serikat.
Tak sampai di situ, berikut empat konflik negara yang berhasil didamaikan Indonesia.
Thailand Berdamai saat Era Soeharto
Presiden Filipina Ferdinand Marcos bertemu dengan Soeharto di Jakarta, meminta penyelesaian soal Moro agar tetap menjadi bagian Filipina.
Soeharto menerima permintaan Marcos. Indonesia setuju untuk mendamaikan konflik dengan syarat Bangsa Moro tetap menjadi bagian dari Filipina.
Langkah perdamaian ini diteruskan oleh pengganti Marcos, Presiden Corazon Aquino. Tahun 1989, disepakati otonomi daerah istimewa untuk kawasan Muslim Mindanau. Namun hal itu tak lantas membuat konflik selesai.
23 September 1993, Presiden Fidel Ramos mengunjungi Presiden Soeharto di Jakarta. Kembali meminta bantuan untuk menyelesaikan konflik di Mindanau.
Indonesia kemudian membawa masalah Mindanau ke Forum Menteri Luar Negeri Negara Muslim. Dibentuk Komite Enam, dengan Indonesia sebagai ketuanya.
"Indonesia dipilih karena menjadi negara Muslim terbesar, punya kepemimpinan yang kuat di kawasan ASEAN dan punya pengalaman menengahi konflik di Kamboja." Demikian ditulis Anak Agung Banyu Perwita dalam buku Indonesia And The Muslim World.
Tak mudah menyelesaikan konflik pemerintah Filipina dengan Bangsa Moro. Indonesia selalu terlibat sebagai fasilitaror.
Akhirnya perjanjian damai bisa diteken antara kedua pihak tahun 1996.
Baca Juga: 6 Negara yang Ternyata Hafal Lagu Hits di Indonesia! Sering Dibikin Cover Oleh Artis Luar Negeri
Konflik perbatasan Thailand dan Kamboja
Konflik perbatasan Kamboja-Thailand 2008 dimulai pada Juni 2008 akibat sengketa terhadap Kuil Preah Vihear yang terletak antara distrik Kantharalak di provinsi Sisaket dan distrik Choam Khsant di provinsi Preah Vihear.
Thailand mengklaim demarkasi belum selesai untuk wilayah luar kuil. Sengketa ini kemudian meluas ke kompleks Ta Moan Thom.
Dalam konflik ini, Indonesia berperan sebagai mediator tercapai ketika Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mampu mendamaikan kedua negara di PBB pada 14 Februari 2011.
Marty melakukan shuttle diplomacy menemui Menlu Kamboja Hor Nam Hong di Phnom Penh dan Menlu Thailand Kasit Piromya di Bangkok untuk mendapatkan informasi dari pihak pertama.
Bersama-sama dengan Menlu Thailand dan Kamboja, Menlu Marty pun ke New York untuk memberikan pertimbangan dan masukan mengenai peran ASEAN dalam menyelesaikan konflik internal di kawasan.
Langkah ini terbukti efektif dengan stabilnya kembali wilayah konflik di perbatasan Thailand dan Kamboja.
Konflik Kamboja dan Vietnam
Indonesia pernah menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam pada 1988-1989.
Saat itu, Indonesia berhasil menjadi mediasi kedua negara yang sedang bermusuhan untuk bisa duduk bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan konflik diantara mereka.
Hasilnya, Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan situasi damai di Kamboja tercipta.
Baca Juga: 6 Negara Gudangnya Hacker Paling Berbahaya dan Ditakuti di Dunia, Salah Satunya Indonesia!
Konflik etnis Rohingya dengan Myanmar
Kasus Rohingya merupakan kasus HAM, hal itu membuat Indonesia terketuk untuk membantu, menolong, dan menyelesaikan agar kasus ini segera tuntas dengan baik.
Selain itu, salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Indonesia pun turut membantu menyelesaikan masalah ini.
Sudah beberapa kali Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi Myanmar dan Bangladesh untuk membicarakan perdamaian Myanmar dengan Rohingya.
Pada 4 September 2017, Menteri Retno mendesak pemerintah dan otoritas keamanan Myanmar untuk membuka akses masuk bagi pemberian bantuan kemanusiaan untuk mengatasi krisis yang terjadi di Rakhine State.
Salah satu pejabat yang ditemui Menteri Retno adalah Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing.
Menlu menyampaikan, penurunan ketegangan di Rakhine State harus menjadi prioritas pemerintah Myanmar.
Menteri Retno juga bertemu dengan Suu Kyi di Myanmar pada 5 September 2017 untuk membawa amanah dari masyarakat Indonesia dan dunia internasional terkait krisis kemanusiaan yang dialami muslim Rohingya yang mendapat penyiksaan militer Myanmar.
Menlu Retno menyampaikan usulan Indonesia yang disebut Formula 4+1 untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Myanmar.
Pertama, mengembalikan stabilitas dan keamanan. Kedua, agar militer Myanmar menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan.
Ketiga, mendorong pemerintah Myanmar memberikan perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama. Keempat, membuka akses untuk bantuan keamanan.
Baca Juga: 6 Negara Gudangnya Hacker Paling Berbahaya dan Ditakuti di Dunia, Salah Satunya Indonesia!