“Sosialisasi dan edukasi keuangan termasuk literasi terkait keuangan digital di Yogyakarta harus terus kita genjot,” kata Parjiman.
Sementara itu Tris Yulianta menjelaskan mengenai karakteristik fintech lending legal/ berizin di OJK, baik yang konvensional maupun yang berbasis syariah.
Tris memaparkan model-model pendanaan kepada sektor pengusaha mikro perempuan, sektor pertanian dan perikanan, sektor pendidikan, sektor komersil, dan sektor properti.
“Fintech lending juga dapat menjadi alternatif pendanaan. Ketika kita memiliki dana lebih, selain ditempatkan pada tabungan dan deposito, bisa juga melalui fintech lending”, ujarnya.
Tris juga mengingatkan terkait dengan akses data pribadi dari handphone.
“Sangat penting untuk dipahami bahwa platform fintech lending yang legal memiliki keterbatasan dalam meminta akses dari handphone pengguna, yang terbatas hanya pada kamera, mikrofon, dan lokasi,” tambah Tris.
Selanjutnya, Dosen FE Universitas Negeri Yogyakarta Ratna Candra Dewi menyampaikan secara detail dalam pemaparannya mengenai peran fintech lending untuk memajukan UMKM Yogyakarta.
“Mayoritas UMKM di Yogyakarta yang merupakan usaha mikro, namun akses pendanaan bagi usaha kecil sangat terbatas. Sharing ekonomi menjadi solusi yang dapat mempertemukan antara yang tidak memiliki sumber daya dengan yang membutuhkan sumber daya,” kata Ratna.
Wakil Ketua 1 Satgas Waspada Investasi Wiwit Puspasari menyampaikan secara detail dalam pemaparannya mengenai ciri-ciri pinjaman online (pinjol) ilegal antara lain faktor penyebab maraknya pinjol ilegal dan upaya yang telah dilakukan SWI untuk mencegah dan menangani masalah pinjol ilegal.