Aku cukup bersamamu saja dalam bias batas antara surga dan neraka
Aku cukup bersamamu saja dalam nikmat libido kesementaraan
Aku cukup bersamamu saja dalam persenggamaan gelombang kerinduan
Easther
Karya: Nisfanda Bella Vizta
Sempatkah terlintas namaku Dalam ingatan batinmu Dalam singkatnya takdir Tuhan? Apakah kau dapat mekar dan berbunga sesuka hati? Sementara diriku melayu dan mati
Padamkanlah apimu Dalam kesaksian yang menyakitkan Bersajaklah kau Mekarmu adalah kemenangan Ayunkanlah rohku Jauh di angkasa Menuju ruang tak tertuju
Jengah
Karya: Avelin Mulyati
sempatkah terucap namaku pada bait drama melankolis yang rumit yang berderet tegak berjaga separuh menghujam menekan busung dada mengurung kau dan aku menuju ruang hampa
siapa aku siapa kamu (kita) saling tak peduli
di sini jengah menunggu pagi menepi kau dan aku takkan pernah mengerti
Pilar Harapan
Karya: Netraphim
melihat dunia dengan caraku sendiri menghafal tiap sudut yang tlah dijejaki merabanya lagi berharap ada rasa dan kenangan tuk dikenang lagi
namun, tak juga tertemui walau tiap deret sudah kuturuti tiap bagian sudah kumasuki dan, tiap lorong kuterangi
akhirnya, aku tersesat tersesat dalam hati, perasaan, dan pikiranku sendiri entah di mana lagi jalan keluar dari kekosongan ini
mungkin, tanya ini tak akan terjawab cepat namun, suatu saat nanti akan tertemui entah detik ini atau kelak ketika tlah tiba di “tanah indah” semoga!
tak terhitung beban yang tlah kupikul terlalu banyak nasib tlah mengalahkanku kini, saatnya aku menggugatnya memenangkan perseteruan ini tak lagi mau untuk diam
aku berdiri di sini untuk menghadapinya bukan untuk bersembunyi dan menepi
dua tangan ini yakin jiwa ini tak ragu langkahku tak lagi kaku masalah kecil itu tlah jadi kekuatanku yakin semua bisa kuhadapi! untukmu, untuk kita, untuk yang katanya “masa depan” dan, langkah yang akan ternukil dalam kisah yang indah
Rapalan Digit Angka-Angka
Karya: Seniwati
melihat dunia dengan cara tersendiri menghafal tiap angka yang tlah terlampaui merasakan hilangnya angin yang berganti kemarau gersang
orang bilang waktu bisa membuat lupa segalanya: penantian, kekecewaan, dan kemarahan
manusia selalu berdamai dengan kesedihan meski mereka takkan pernah bisa melepaskannya
Galau
Karya: Iwan Dwi Aprianto
tirai pekat di balik asa logika tak lagi dirasa jiwa-jiwa gundah menari digenggam malam berbisik tentang keburukan inikah galau yang sebagian orang katakan ataukah hanya kiasan ketakutan entahlah mungkin hanya bayangan atau sekadar kenangan yang tercampakkan
roh-roh berdiri di antara dua jalan bagai lukisan dosa yang nyata atau buih-buih di lautan yang terkadang ada dan tiada
seperti itulah perjalanan bak angin dapat dihirup namun tak dapat digenggam menyelinap di balik ranting-ranting rapuh mencoba dendangkan nyayian bersama dedaunan namun, nadanya semakin menambah cekam hingga membius logika nyata
sepi dan jengah makin menghantui berharap kebaikan meski dosa tegak berdiri sebagaimana keruh air paling anyir tak ada lagi rahasia yang ada hanya esok makan apa
Aku Tengah Menantimu
Karya: Sapardi Djoko Damono
Aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas
di pucuk kemarau yang mulai gundul itu
Berapa Juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu
yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas.
Awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu
Musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku
Kudengar berulang suara gelombang udara memecah
Nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah.
Telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak sepi
Di tengah riuh bunga randu alas dan kembang turi aku pun menanti
Barangkali semakin jarang awan-awan melintas di sana
Dan tak ada, kau pun, yang merasa ditunggu begitu lama.
Hujan Bulan Juni
Karya: Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Nyanyian Ce-El-Be-Ka
Karya: Nefrit Lazurit
bahagiakan hamba kepada penerimaan dan keikhlasan! tidak meratap tidak pula murka bukan suara mengiba bukan pula nyanyian ce-el-be-ka
pamali! hampir mengharamkan “cinta lama b******* kabeh”
Cinta dalam Diam
Karya Sapardi Djoko Damono
Hanya suara burung yang kau dengar dan tak pernah kaulihat burung itu tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa dan tak pernah kaulihat angin itu tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini dan tak pernah kaulihat siapa aku tapi yakin aku ada dalam dirimu.
Aku tidak pernah mengerti. Banyak orang menghembuskan cinta dan benci. Dalam satu napas. Tapi sekarang aku tahu. Bahwa cinta dan benci adalah saudara. Yang membodohi kita, memisahkan kita.
Sekarang aku tahu bahwa. Cinta harus siap merasakan sakit. Cinta harus siap kehilangan. Cinta harus siap untuk terluka. Cinta harus siap untuk membenci. Karena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita. Untuk mengatur semua emosi dalam perasaan. Setiap emosi jatuh..... keluarlah cinta.
Sekarang aku mengetahui. Implikasi dari cinta. Cinta tidak berasal dari hati Tapi cinta berasal dari jiwa. Dan zat dasar manusia. Ya, aku senang telah mencintai Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup. Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku.
Karya Jalaludin Rumi
Aku memilih mencintaimu dalam diam. Karena dalam diam tak akan ada penolakan. Aku memilih mencintaimu dalam kesepian. Karena dalam kesepian tidak ada orang lain yang memilikimu, kecuali aku.
Aku memilih memujamu dari kejauhan. Karena kejauhan melindungiku dari rasa sakit. Aku memilih menciummu dalam angin. Bukankah bibirku juga akan merasakan kelembutan dari angin?
Aku memilih memilikimu dalam mimpi. Karena dalam mimpiku, kamu tidak akan pernah mati.
Puisi Cinta Sedih Menyentuh Hati
Sebelum aku bertemu denganmu, Aku merasa bahwa aku tidak bisa mencintai siapa pun, Bahwa tak seorang pun akan mampu mengisi kekosongan di hatiku, Tapi itu semua berubah saat aku bertemu denganmu.
Kemudian aku menyadari bahwa kamu selalu ada di pikiranku. Kamu lucu dan manis. Kamu membuatku tertawa dan tersenyum. Kamu mengambil semua kemarahan dan kesedihanku. Kamu membuatku lemah ketika aku berbicara denganmu. Lalu aku mulai menulis puisi tentangmu. Sekarang aku telah menyadari bahwa aku telah putus asa jatuh cinta denganmu.
Pilih Salah Satu
Oleh Addinda Ayu Arsyah
Jika ada dia
Mengapa harus ada aku
Jika ingin keduanya
Bersiap untuk kehilangan nan Satu
Hati tak bisa dibelah
Dia akan retak sendirinya
Saat itu terjadi Jangan berharap dia menyatu kembali
Jika perkara mengiklaskan itu mudah
Sudah ku lakukan sebelum kau menemui nya
Nyatanya perihal melepaskan
Tak semudah menjatuhkan
Jika dahulu dia sudah ada
Mengapa kau usik aku?
Seolah kau bilah hati ini menjadi kepingan tak bersalah
Lalu sekarang apa?
Aku pergi menjauh?
Ruang Kesakitan
Penulis Qanita
Kau mengujiku?
Kata-kata hanyalah asap bagiku
Tidak bisa ku tangkap
Terbang ke langit menjauhiku
Aku melihat asap berkumpul dengan awan
Lalu turunlah hujan Itu bagian darimu
Namun kau tahu kan?
Hujan tidak bisa bertahan lama
Berhenti, lalu tanah menyerap air
Kau pun menghilang
Biar Langit yang Memutuskan
Oleh Anonim
Hangatnya perapian malam
Mengingatkanku akan hangatnya pelukanmu
Kesejukan sungai kebahagiaan
Bagai menatap senyummu
Damainya jiwaku
Di mana belas kasih itu?
Bersamamu seperti mimpi semu
Hanya bisa merasakan abadinya duka
Dalam hati tersimpan banyak doa
Kau bilang kita pasti bisa
Bisa saling mencintai
Bersama sampai tua
Bersatu hingga mati
Kau bilang perbanyak doa dan harapan Impian kita pasti kan terwujud
Namun apa yang terjadi kini?
Biarlah langit yang memutuskan
Satu keinginan
Cinta kita jangan sampai berubah
Hati kita tetap menyatu
Menciptakan bahagia bersama
Tak semudah yang kita duga
Bagaimana harus ku hentikan air mata?
Impian kita hanya sebatas dalam mimpi
Biarlah langit yang memutuskan
Tentang akhir cerita cinta kita
Kontemplasi Perihal Kesendirian
Karya: Seniwati
Seketika, menderas aksara bisu Dan, kau lebih bisu Dengan seikat bunga Yang kian layu Musnahlah sudah Lupakan kedamaian semu Beserta isyarat segala pesonamu
Biarlah misteri batu nisan samar memanggil Sebagaimana aku tak dapat menahan ingatan tentang kepal tangan orang-orang Yang dikutuk parasmu menjadi genangan kolam Mungkin, surga cemburu Dan, mencuri dirimu dari pelukanku
Cinta
Cinta itu buta Rindu itu nyata Luka itu ada Kecewa pun menerpa
Cinta yang membuat merana Rindu yang membuat candu Luka yang membuat kecewa
Kau Tak Akan Pernah Tahu
Karya: Endam
Kau tak akan pernah tahu Betapi aku mencintaimu Seberapa dalam dan luasnya itu rahasia Seperti air terjun Devil's Kettle Yang entah bermuara ke mana
Jangan coba-coba mencari tahu Kau tak akan pernah tahu Jangan penuh curiga Kau hanya perlu membalasnya
Senja yang Durja
Di dalam kemelut yang kau rajut Seorang penyulam begitu lihai Seperti merangkai pelangi Keindahan kau tawarkan Gambaran cinta membiru Seolah dunia hanya aku dan kamu Tanpa ku sadari Cinta begitu durja Sekejap hilang tiada kesan Gelap kini gelap nanti Seandainya semua ini tak pernah terjadi
Tak ada yang lebih sakit Ketika mencintai hati yang sama Tapi seperti berbeda Pergi sana, tanya pada Tuhanmu 'Kenapa cara doa kita berbeda?' Padahal Tuhan hanya Dia Dia yang mencipta cinta untuk kita yang sama
Perbedaan
Jika sekarang di dunia ini dan kehidupan ini Kami tak dapat saling memiliki karena perbedaan Kumohon di dunia lain dan kehidupan yang lain Jangan lahirkan aku dan dia berbeda Agar kami dapat saling memiliki
Mengagumi Dalam Diam
Karya: Anandita Wardani
Terdengar derap langkah tegas dan tak asing Meramaikan lorong pendek ini Canda tawamu menggema entah sampai kemana Tak kan pernah kulewatkan anugerah pemberian-Nya Sepasang raga yang saling bertemu Tak pernah mengucap, tak pernah merayu Menjadi kebiasaan baru Di sepanjang perjalanan cintaku Saat ini hanya berdiri mematung Ditemani mulut yang membisu Melangkahpun aku tak kuasa Untuk menyampaikan sebuah asa Apalah arti mengagumi bagi seseorang? Sebuah pertanyaan yang tak akan bisa ku jawab Karena aku hanya mengagumi dalam diam
Hanya Sebuah Cara
Ini hanya sebuah cara saja Untuk aku tetap bisa mencintaimu Menjadi seorang bangsat yang diajarkan membunuh Membunuh segala ketidakpastian semata
Menjadi oecundang yang merelakan terbunuh terbunuh oleh ketidakwarasan jiwa.
Mengenalmu adalah anugerag Menyakitimu serupa larangan Pertemuan menjadi kebahagiaan.
Tahukah kamu hal yang paling menyiksa?
Melihat kekecewaan di wajahmu. Melihat matamu yang berkaca. Seakan aku rasakan hal yang sama, bahkan lebih.
Rasanya ingin aku cari seribu cara mengembalikan senyummu. mengembalikan kebahagiaanmu. Tanpa kau sadari kamu adalah sumber kenyamanan.
Membuat aku selalu merasa tenang. Membuat jantungku berdetak lebih nyaman. Aku ingin sekali mendampingimu. Karena itu kebahagiaanku yang nyata.
Tidak berucap walau kutahu kamu cinta Melihatku saja tidak walau kutahu kamu rindu Ya, begitulah kamu. Pembohong. yang paling aku cinta.
Takut… dia menyerangku! Masuk ke dalam jiwaku, merobek dan menusuk hingga hatiku tak terbaca lagi kalau saja takut adalah wujud rasa seharusnya aku bisa mencoba menikmatinya. Biarlah ketakutan ini membuatku merasa sakit membuatku sadar betapa kecil, lemah, dan rapuhnya aku. biarlah pagi ini takut menemaniku.
Jika nanti cinta dan rindu tak terdengar di telingamu lagi, percayalah doaku akan setia memeluk jiwamu hingga malam yang menyendiri.
Merindukanmu
Tahukah Kamu ombak yang deras itu bisa apa?
Ya, dapat menghapus segala benih-benih cinta bersama serpihan rindunya….
Namun, ternyata tak denganku
Sebab, disini aku tetap merindukanmu yang jauh disana
Sehingga ku tak yakin, bila ombak deras itu dapat menghapus serpihan rindu ini
Risau
Saat sang angin mulai membisikkan tentangnya
Namun aku tak pernah tahu apa maksudnya
Seakan menyentuh, sampai menusuk relung kalbu
Hingga membuat hati ini menjadi bisu
Namun, entah apa isi bisikan angin itu
Yang ku harap hanyalah berita kesenangan
Tanpa disertai dengan kedukaan dalam hati
Namun, nyatanya bukan itu maksud dari sang angin
Hingga rasa gelisah pun mulai tertanam pada hati dengan seketika
Dan membuat penat bertanya
Hampa
Karya: Disa Virdiansa
Perih tanpa luka biasa kurasa Sedih tanpa sebab hal yang biasa Air mata datang tanpa peringatan Tiada menunggu hati untuk bersiap
Hari-hari kini terasa hampa Laksana gelap gulita tanpa cahaya Bahagia serasa tiada harapan Kini diriku berselimut kesedihan
Melodi lagu terasa berceceran Dulu menyenangkan kini menyesakkan Hati rasa sakit setiap mendengarkan Tanpa sadar air mata terus bercucuran
Hidupku kini bagai tanpa tujuan Entah lurus atau berbelok kuberjalan Diriku tidak tahu apa-apa Karena hanya kehampaan yang kurasa
Pergimu
Karya: Syahbet Arbiah Nasution
Dinginnya malam merasuk ke tulangku Aku roboh saat itu Menatapmu terbujur kaku Dalam balutan gaun perpisahan
Mataku merah tanda kesakitan Suaraku paruh teriakkan namamu Dalam diam kau tersenyum lihat tingkahku Haruskah aku menangis seperti bayi yang meminta susu Agar kau bangkit menenangkanku
Aku hancur sehancur-hancurnya kaca yang tak berbentuk Mengikhlaskan pergimu sama dengan membunuhku, ibu
Saat Perpisahan Tiba
Karya: Vandim Hermawan
Akankah semuanya jadi terkenang Atau hanyut terbawa gelombang Bahkan mungkin terkubur oleh waktu dan keadaan Semua bukanlah sekedar renungan
Tersimpan cakap dalam kenangan Tak akan ada kehilangan Kita mungkin berbeda jalan Pasti ada banyak rintangan Tuk wujudkan segala impian
Perpisahan bukan akhir pertemuan Bukan berarti suatu kerelaan Kebersamaan akan terajut dalam naungan persaudaraan Tak akan terlepas kelak meraih kesuksesan
Terlalu Rindu
Karya: Tadha Armani
Hari ini hujan lagi Sedang rindu itu belum lagi sunyi Jantung merindukan detaknya Detak merindukan rentaknya
Malam ini dingin lagi Sedang rindu itu masih lagi wangi Gula merindukan kopinya Kopi merindukan pahitnya
Sekedar mendengar suara Tampaknya tak lagi cukup Jadi penutup bahagia Karena seiring berjalannya waktu Kaktus mungil itu mulai berduri Dengan saling menyalahkan Tentang siapa yang menyebabkan rindu ini
Hingga mulai kau pertanyakan tentang waktuku Mulailah aku mengungkit kata "susah senang bersama" itu
Hati mulai hilang kehati-hatiannya Dan terbawalah kita ke ambang perpisahan Hanya karena Kita sama-sama terlalu rindu