Jakarta,Sonora.Id - Direktorat Bina Keluarga Balita & Anak BKKBN kembali menyelenggarakan Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) Seri 10, Kamis (17/10/2024). Acara ini bertempat di Jakarta dan dihadiri berbagai elemen masyarakat, termasuk para ayah dari Koramil, Kodim, para kader KB, PLKB, dan komunitas lokal. Kali ini kelas membahas peran ayah dalam pengasuhan anak, khususnya dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak.
Direktur Bina Keluarga Balita & Anak BKKBN, dr. Irma Ardiana, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak.
“Saya sangat mengapresiasi kehadiran para ayah yang mengikuti Kelas Kerabat ini. Ini adalah langkah penting bagi kita semua untuk memahami bahwa pengasuhan anak bukan hanya tugas ibu, tetapi juga peran besar ayah. Bahkan, Indonesia sempat disebut sebagai negara dengan tingkat 'fatherless' ketiga di dunia. Ini tentu menjadi refleksi penting bagi kita,” ungkap dr. Irma.
Dalam acara tersebut, dr. Irma juga membagikan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 yang menunjukkan berbagai aktivitas yang dilakukan anak bersama orang tua dalam seminggu terakhir. Data ini menyoroti betapa pentingnya interaksi orang tua dengan anak dalam kegiatan sehari-hari.
“Kita bisa mendampingi anak dalam hal-hal sederhana, seperti makan bersama, berbincang, menonton televisi, hingga beribadah. Semua ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk membangun kedekatan dengan anak,” tambahnya.
Cerita dari Lapangan
Salah satu momen menarik dalam Kelas Kerabat kali ini adalah ketika beberapa ayah yang juga kader BKB (Bina Keluarga Balita) berbagi pengalaman. Salah satunya adalah Dwi Agustiyan, seorang ayah dari Asrama Yonif 202 Kota Bekasi. Dwi berbagi pengalamannya dalam mendampingi istri selama masa kehamilan hingga mengasuh anak-anak mereka.
“Ayah tidak hanya bertugas mencari nafkah, tetapi juga mendukung istri dalam mengasuh anak. Peran ayah dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan sangat penting, mulai dari mendampingi istri selama masa kehamilan hingga memberikan dukungan saat menyusui,” ujarnya.
Dwi juga menekankan pentingnya keterlibatan ayah dalam pekerjaan rumah tangga. “Jangan sungkan untuk membantu memasak atau melakukan tugas rumah lainnya. Misalnya, memasak daun katuk untuk mendukung istri yang menyusui. Banyak tutorial di YouTube yang bisa membantu,” tambah Dwi.
Kader BKB lainnya, Adamri Lubis dari Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, menambahkan perspektif tentang peran ayah dalam Islam. “Dalam Islam, ayah adalah orang pertama yang menggendong dan mengasuh anak setelah lahir. Suara ayahlah yang pertama kali dibisikkan ke telinga sang bayi,” jelas Adamri.
Ia menambahkan bahwa peran ayah sebagai pemimpin rumah tangga tidak hanya dalam mencari nafkah, tetapi juga dalam mendidik dan memotivasi anak-anak untuk meraih cita-cita.
Adamri juga berbagi pengalaman saat berinteraksi dengan calon pengantin yang datang meminta surat keterangan menikah. “Kami selalu memberikan informasi tentang pentingnya peran ayah dan ibu dalam pengasuhan anak, agar mereka siap menghadapi tanggung jawab tersebut,” ujarnya.
Menanggapi apa yang disampaikan para ayah dalam dialog, Letkol Infanteri Robbi Firdaus, Pabandya-4/Bin Tata Ruang Wilhan Spaban III/Tahwil Sterad, menyampaikan pentingnya sinergi antara TNI dan masyarakat dalam mendukung program pengasuhan dan pencegahan stunting.
“Ini bukan hanya untuk diterapkan dalam keluarga kita, tetapi juga dapat dikembangkan oleh Babinsa dalam bermitra dengan kader BKKBN di desa-desa, bersama kepala desa dan polisi, demi menyukseskan program pencegahan stunting,” ujar Letkol Robbi.
Ia menambahkan, dengan pengalaman yang dibagikan oleh Dwi Agustiyan, seorang prajurit yang tetap meluangkan waktu untuk mengasuh anaknya meski berdinas di satuan tempur, menunjukkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan sangat krusial.
“Pengasuhan yang baik sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan akan menghasilkan generasi muda yang sehat, cerdas, dan siap membangun Indonesia di masa depan,” tegas Letkol Robbi.
Ayah di Era Modern
Rahmat Hidayat, Co-Founder Ayah ASI Indonesia, juga hadir dalam Kelas Kerabat kali ini untuk berbagi tentang peran ayah dalam pengasuhan. Rahmat menyampaikan bahwa ada kesalahpahaman terkait klaim Indonesia sebagai negara 'fatherless' ketiga di dunia.
“Kami dari Ayah ASI telah melakukan pencarian data, dan ternyata klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah. Namun, fenomena ayah yang kurang terlibat dalam pengasuhan memang ada di Indonesia,” ungkapnya.
Rahmat juga membagikan dampak positif dari keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Dalam segi perkembangan emosional dan psikologis, “Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki ayah yang hangat dan suportif cenderung lebih stabil secara emosional dan memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi (Byrd-Craven 2012; Amato 1994)."
"Ini menunjukkan bahwa kehangatan seorang ayah berperan penting dalam perkembangan psikologisnya anak. Keberadaan ayah bisa mendukung tidak hanya membantu anak mengatasi stress dan tantangan emosional tapi berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan secara keseluruhan," ujar Rahmat.
"Jadi, anak-anak ini umumnya memiliki rasa percaya diri tinggi, kemampuan sosial lebih baik dan lebih siap menghadapi berbagai situasi dalam hidup mereka,” jelas Rahmat.
Selain itu, dampak perkembangan terlihat juga dari sisi sosial. “Anak dengan ayah yang resposif lebih baik dalam bergaul dan menunjukkan perilaku prososial (Baker 2011; Flour 2005). Contohnya anak yang memiliki ayah yang aktif mendengarkan dan memberi perhatian, itu cenderung lebih mudah berinteraksi dengan teman-temannya,” tambah Rahmat.
Dari sisi perkembangan perilaku, keterlibatan anak mengurangi perilaku negatif dan meningkatkan pengaturan perilaku diri (Day & Padilla-Walker 2009; Flouri 2008 Owen 2013). Contoh, anak-anak yang terlibat dalam aktifitas bersama ayah seperti olahraga, cuci mobil bareng, cuci motor bareng, bersepeda bareng ternyata lebih mampu mengontrol impuls dan mengelola emosi mereka, jelasnya.
Dari fungsi kognitif dan akademis, anak dengan ayah terlibat memliki IQ lebih tinggi dan performa akademis yang lebih baik (Yogman 1995; Meuwissen & Carlson 2015; Forehand & Nousiainen 1993; DuBois 1994)
Dampaknya baik banget buat para ayah terlibat di dalam pengasuhan. Tapi, dari pengalaman tidak mudah bagi ayah untuk terlibat di dalam pengasuhan, karena ada beberapa faktor yang jadi tantangan.
Tantangan yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, yang membuat ayah jadi sulit terlibat.
Beberapa penilitian menyebutkan keterlibatan ayah sering dipengaruhi oleh status pekerjaan (Nelson 2004, Munoz Boudet 2013). Pekerjaan dianggap sebagai syarat minimum untuk keterlibatan, terutama bagi pria berpenghasilan rendah.
Keterlibatan ayah dipengaruhi oleh hubungan dengan ibu, seperti kepuasan hubungan dan co-parenting, serta persepsi kemampuan ayah dalam pengasuhan. Jika ayah dianggap mampu, mereka lebih terlibat.
Ayah dengan pandangan tradisional sering bekerja lebih lama dan mengalami lebih banyak konflik antara pekerjaan dan keluarga, sehingga mengurangi keterlibatan dalam pengasuhan. Di masyarakat dengan pembagian peran gender yang ketat, keterlibatan ayah juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat yang lebih egaliter.
Jadi, bagaimana membuat laki-laki terlibat dałam pengasuhan?
Ayah yang mengambil cuti lebih mungkin terlibat dalam activitas pengasuhan sehari-hari (Tanaka & Waldfogel 2007; Rehel 2014)
Pria sering mempertimbangkan dampak ekonomi sebelum mengambil cuti. Berbeda dengan wanita yang fokus pada orientasi keluarga. (Duvander 2014)
Menginspirasi Ayah
Kelas Kerabat Seri 10 ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak ayah di Indonesia untuk lebih aktif dalam pengasuhan anak. Kegiatan ini dihadiri peserta dari beberapa perwakilan, seperti Perwakilan dari BKKBN Provinsi, Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Babinsa, serta berbagai organisasi masyarakat turut hadir untuk mendukung acara ini.
Dengan sinergi dari berbagai pihak, diharapkan program-program BKKBN, termasuk pencegahan stunting, dapat terlaksana dengan lebih baik di seluruh Indonesia.
Kegiatan Kelas Kerabat ini juga menjadi ajang untuk menyatukan visi dan misi antara para ayah dan berbagai elemen masyarakat dalam menciptakan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan berkualitas.