Sonora.ID – Pada tahun 2045, Indonesia akan berusia 100 tahun atau mencapai tahun keemasannya.
Generasi muda yang saat ini berada di usia 17-19 tahun sudah seharusnya menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk mempersiapkan diri dan menguasai bidang masing-masing. Pasalnya, mereka bakal menduduki tampuk pimpinan nasional.
Saingan utama para calon pemimpin masa depan Indonesia adalah Aritificial Intelligent (AI) atau kecerdasan buatan.
Sehingga, jika generasi muda saat ini tidak mendidik diri menjadi cerdas dan bertanggung jawab, mereka akan dilindas oleh AI yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk termasuk robot yang cerdas.
Bahkan bukan tidak mungkin, kelak akan muncul pemimpin yang adalah robot.
Demikian pesan yang disampaikan Taprof Lemhannas RI AM Putut Prabantoro dalam Sarasehan Kebangsaan yang digelar Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Agung Purwokerto, di Balai Julianus, Minggu (10/11/2024).
Sarasehan bertema “Menjadi Pemilih Cerdas & Bertanggungjawab” yang juga menghadirkan pembicara Sufi Sahlan Ramadhan SPd – Anggota KPU Kabupaten Banyumas, dan dimoderatori oleh Aloysius Primoryza Bimas Dewanto – pengurus ISKA(Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) Keuskupan Purwokerto yang juga berprofesi sebagai Advokat.
Diikuti 100 lebih generasi muda se-Keuskupan Purwokerto, acara ini juga dihadiri beberapa tokoh senior termasuk Elly Kusumawati Handoko, Ketua Presidium (Kapres) Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) periode Tahun 2023- 2028.
“Kalian yang duduk di sini akan memegang tampuk pimpinan nasional negara dan bangsa Indonesia pada tahun itu. Kalian akan menjadi pemimpin di bidang masing-masing, di bidang profesi yang kalian geluti, inginkan dan cita-citakan. Namun tidak mudah untuk menduduki tampuk pimpinan atau jabatan yang kalian impikan. Kalian harus bersaing dengan ratusan juta calon pemimpin masa depan Indonesia yang saat ini mereka duduk sebangku dengan kalian. Perkiraan penduduk Indonesia pada waktu itu berjumlah 320 juta dengan angkatan kerja sekitar 200 juta. Dan, saat ini tahun 2024. persaingan sudah dimulai," tandas Putut Prabantoro.
Ia mengingatkan bahwa waktu yang tersisa bagi generasi muda saat ini untuk mempersiapkan diri adalah 21 tahun.
Jika ditambah dengan usia mereka saat ini, kira-kira pada tahun 2045 mereka berusia 38-40 tahun.
“Pada waktu itu Indonesia telah berubah, menyesuaikan perubahan dunia secara keseluruhan. Digitalisasi sudah menjadi kehidupan sehari-hari dan menyeluruh seluruh Indonesia. Apa yang ditampilkan hari ini, mungkin akan menjadi hal yang kuno pada waktu kalian memimpin negeri ini,“ katanya.
Untuk merealisasikan penjelasannya tentang masa depan, Putut Prabantoro sengaja menggunakan AI dalam presentasinya.
Screen atau layar tampilan, lanjut Putut Prabantoro, tidak seperti yang dilihat seperti saat ini.
Ada mobil terbang, ada motor terbang dan banyak pekerjaan menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Pada akhirnya, Persaingan pekerjaan tidak hanya dengan manusia saja, tetapi juga dengan AI dan bukan tidak mungkin, AI akan menjadi pemimpin manusia karena kecerdasannya tidak tertandingi manusia.
“Yang menjadi pertanyaan adalah, kalian mau membawa Indonesia ke mana? Apa yang akan kalian persiapkan bagi diri sendiri agar kelak menjadi pemimpin nasional?,” tanya Putut Prabantoro.
Orang tua, demikian Putut Prabantoro berpesan, harus tahu perubahan yang akan terjadi di masa depan.
Sehingga dalam konteks ini, orangtua dapat memersiapkan anak-anaknya untuk siap menghadapi tantangan masa depan.
Jangan asyik dan terpaku pada tayangan yang ada di instagram atau tiktok ataupun media sosial lainnya.
Demi anak-anak, orangtua harus mencermati perubahandunia yang semakin cepat akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Putut Prabantoro dalam uraiannya lebih lanjut menjelaskan, pada tahun 2045 dunia berpenduduk sekitar sembilan miliar orang.
Kebutuhan terpenting adalah pangan, air dan energi (sumber kekayaan alam).
Ketiga hal ini akan menjadi picu atau penyebab munculnya perang baru. perang Ukraina dan Russia terjadi salah satunya karena sumber air tawar.
Untuk itulah, persaingan persenjataan militer semakin jelas terlihat sekarang. Pembentukan blok kekuatan militer juga jelas tergambar.
"Karena Indonesia kaya akan sumber pangan, air dan energi, negara kita menjadi target utama negara adidaya. Target untuk dikuasai. Salah satu cara menguasai Indonesia adalah melalui ekonomi, bantuan finansial. Selain melalui ekonomi, negara adidaya menguasai Indonesia dengan memanfaatkan karakter buruk bangsa Indonesia, yakni adu domba. Sejarah menjelaskan bahwa, penjajahan berabad di Nusantara terjadi karena praktik adu domba, antar suku, antar pemimpin lokal, antar raja dan lain-lain,” tegas Putut Prabantoro.
Taprof Lemhannas itu menegaskan, bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, sumber norma dan juga filosofi kehidupan bangsa merupakan ideologi yang paling pas bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai perbedaan.
Kebhinnekaan Indonesia terlihat dari banyaknya suku, bahasa, budaya, agama dan bahkan juga makanan.
“Pancasila adalah kekayaan paling bernilai bangsa Indonesia yang tidak ada di manapun juga. Pancasila menjadi dasar bagi tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945,” ujarnya.
Terkait dengan Pancasila Putut Prabantoro menekankan pentingnya Sila Ketiga yakni Persatuan Indonesia.
Menurutnya, jika ingin menguasai Indonesia, cara yang paling mudah yakni menghancurkan sila ketiga.
Caranya dengan melakukan adu domba yang kemudian menmbulkan konflik. Konflik antar agama, antar suku, antar ras, antara orang miskin dan kaya, antar siswa, antar mahasiswa, antar orang tua dan sebagainya.
Dan, bangsa asing sangat mengetahui kekuatan Indonesia bersumber pada persatuannya.
Oleh karena itu, Putut Prabantoro menegaskan, tidak ada pilihan lain bagi generasi muda untuk mendidik diri menjadi cerdas.
Bangsa Indonesia termasuk bangsa dengan kecerdasan rendah. Peringkat paling akhir di antara negara Asean dan dunia.
Di antara 11 negara ASEAN, Indonesia menempati posisi ke 10. Sementara tingkat kecerdasan bangsa Indonesia menempati urutan ke 130 dari dari 199 negara yakni pada tahun 2022.
Tanpa menjadi cerdas, bangsa Indonesia sangat mudah untuk diadu domba dan Indonesia dikuasai.
Putut Prabantoro juga mengingatkan kembali kelemahan mental yang diungkapkan Prof Koentjaraningrat yakni meremehkan mutu, suka menerabas, sifat tidak bisa percaya diri sendiri, sifat tidak disiplin, dan sifat tidak bertanggung jawab.
Demikian juga kelemahan karakter bangsa yang dikatakan Budayawan Mochtar Lubis meliputi hipokrit atau munafik, enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, berjiwa feudal, percaya takhayul, artistik, dan watak yang lemah.
Kepada generasi muda, Putut Prabantoro, juga mengingatkan bahwa dunia senyatanya tidak ada di medsos yang ditonton hanya sebagai hiburan, untuk mendapatkan sucscriber ataupun follower.
Generasi muda diminta mewaspadai munculnya mental FOMO – Fear Of Missing Out atau kekhawatiran tidak up to date, tidak kekinian, tidak gaul atau dianggap tidak ada dan lain-lain.
Atau jika tidak ikut, akan menjadi orang terbelakang. Menjadi orang yang terpinggirkan, atau dianggap tidak ada.
Dunia senyatanya ada di kehidupan sehari-hari. Menyadari realitas kehidupan adalah hal penting dan tidak hanya sekedar mengagumi orang lain yang flexing di dunia medsos.
Flexing adalah istilah gaul yang menggambarkan perilaku memamerkan sesuatu secara berlebihan untuk mendapatkan pengakuan sosial.
Fomo dan Flexing dapat mendorong orang melakukan perbuatan negatif termasuk pinjol ataupun judol untuk mendapat uang sebagai sarana pemenuhan pengakuan sosial.
Putut Prabantoro juga mengingatkan bahwa jejak digital tidak bisa dihapus. Jika terperosok pada pelanggaran hukum, norma, susila dan sebagainya, jejak itu tidak terhapus dan akan ikut seumur hidup.
“Lalu kalau sudah terperosok, tercemar akan jadi apakah kita nanti? Jika jejak digital kalian warnanya hitam, apakah kita bisa memutihkan menjadi pemimpin masa depan?," ucapnya.
Oleh karena itu, Putut Prabantoro mewanti-wanti agar kaum muda menggunakan akal budi yang sehat, emosi yang stabil dalam bermedia sosial. Mereka harus bijak menyikapi dan menghadapi perubahan jaman.
“Negara dan bangsa Indonesia memerlukan Anda semua. Harus menjadi apa? Atau menjadi siapa?," katanya.
Diingatkan pula pesan Uskup Pertama Indonesia, Mgr Albertus Soegijapranata SJ, yang menitipkan negara Indonesia dengan semboyan 100% Katolik dan 100% Indonesia.
Dengan semboyan ini, umat Katolik diminta untuk menjadi garda terdepan dalam membela dan mempertahankan Indonesia.
Karena Indonesia adalah anugerah bagi rakyatnya. Seratus persen Indonesia menjadi batu pondasi yang kuat agar tidak ada pengkhianatan terhadap cita-cita dan tujuan negara Indonesia didirikan, baik secara ideologi ataupun politik demi kepentingan kelompok.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Sulap Foto Buram Jadi HD! Teknologi AI Ini Bikin Hasilnya Seperti Nyata